Jumat, 10 April 2009

Tak Ada TPS Khusus, Pasien Rumah Sakit “Dipaksa” Golput

PALU – Kesadaran warga Kota Palu untuk menyalurkan aspirasi politiknya cukup tinggi. Sayangnya, keinginan untuk menyalurkan haknya sebagai warga negara yang baik itu, dikalahkan oleh sistem. Semrawutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga menyebabkan banyak warga yang sebenarnya memiliki hak pilih terpaksa urung untuk mencontreng, karena namanya tak masuk dalam DPT.
Selain itu, karena tidak adanya fasilitas TPS khusus di rumah sakit, sehingga pasien di rumah sakit, juga terpaksa urung menyalurkan hak politiknya dan “dipaksa” untuk Golput. Padahal di rumah sakit, banyak terdapat pasien yang sudah memiliki surat panggilan.
Siti Zulaiha, pasien di paviliun Kenanga RSUD Undata, mengaku kecewa karena tak bisa menyalurkan aspirasi politiknya. Pasien dengan diagnosa gangguan ginjal itu, mengaku sejak malam sebelumnya sudah menyiapkan surat panggilan dan sejumlah identitas lainnya. Sayang, hingga pukul 13.00 Kamis kemarin, Siti Zulaiha tidak didatangi petugas TPS khusus yang biasanya ada pada Pemilu empat tahun lalu atau saat Pilpres yang lalu.
“Amburadul Pemilu kali ini. Bagaimana pasien yang seperti kami ini mau dipaksa ke TPS. Saya jangankan berjalan, duduk saja susah. Lalu dengan keterbatasan yang di luar jangkauan kita ini, lantas kita dibatasi hak-hak politik kita. Mana itu KPU, apa saja kerjanya,”gerutunya.
Kondisi yang sama, dialami Muh Irsadi. Pasien Lakalantas yang mendiami paviliun Teratai RSUD Undata itu, juga urung menyalurkan aspirasi politiknya, karena tak adanya fasilitas TPS khusus yang disediakan di Rumah Sakit. Padahal bersama Irsadi, ada ibu serta adiknya yang semuanya mengaku sudah memiliki surat panggilan.
“Daripada harus ke TPS, lebih baik jaga orang sakit. Jadi fatwa haram Golput oleh MUI itu, jadi hambar dengan sendirinya, karena negara tak mampu menyediakan fasilitas bagi rakyatnya untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Kalau memang fatwa MUI itu benar adanya, lalu siapa yang harus tanggung dosanya, apakah kita atau negara dan KPU,”tandas Abdul Humul Faiz, adik Irsadi
Sementara itu, tak masuknya nama dalam DPT, membuat beberapa warga kecewa. Dewi Sulastri, pelajar salah satu sekolah menengah atas, mengaku sebenarnya Pemilu kali ini, merupakan pengalaman politik pertamanya. Sayang, pelajar yang sedang menghadapi Unas itu, tak bisa menyalurkan hak-hak politiknya, karena dalam urutan DPT, tak terdapat nama Dewi Sulastri.
“Padahal kalau saya bisa ikut Pemilu, akan menjadi pengalaman politik pertama saya sebagai warga negara yang baik. Tetapi apa mau dikata, nama saya tak ada dalam DPT,”kata warga Kelurahan Tondo tersebut.
Apa yang dialami Dewi, tampaknya menjadi gambaran umum banyaknya warga yang sebenarnya sudah memiliki hak pilih, namun tak bisa menyalurkan aspirasi politiknya karena tidak masuk dalam DPT.
Namun demikian, antusias warga untuk menyalurkan hak politiknya cukup tinggi. Kamis pagi kemarin, kondisi Kota Palu sejak pukul 07.00 hingga pukul 11.00 tampak lengang. Warga tampak berbondong-bondong mendatangi TPS untuk menyalurkan hak politiknya. Walaupun ada di antara warga, yang terpaksa menempuh perjalanan kurang lebih 2 km dari kediamannya menuju TPS.
“Kami warga BTN Pesona Teluk Palu heran, kenapa kami mendapat jatah memilih di TPS 8 Kelurahan Tondo yang jaraknya hampir 2 km dari kompleks perumahan. Sewaktu kami ke TPS, ada dua TPS yang kami lalui,”tandas Sugiaty.
Walaupun berjarak 2 km, namun Sugiaty tetap berupaya untuk menyalurkan hak politiknya. Walaupun tidak berpikir negatif di balik amburadulnya penempatan pemilih dengan TPS, namun Sugiaty berharap agar kondisi yang dialaminya kemarin tidak lagi terulang.
“Teman saya yang di Lasoani dan beberapa tempat lainnya, juga mengeluh. Di depan rumahnya ada TPS, tetapi namanya keluar di TPS yang ada di RT lain dan jaraknya sekitar 3 km dari rumahnya,”kata mahasiswi English Department FKIP Untad.
Muzna, warga Jalan Siranindi, juga mengaku mendapatkan “jatah” memilih di TPS yang jauh dari kediamannya. Padahal kata Muzna, di sebelah dapurnya terdapat TPS.
“Kalau begini, kita jadi malas memilih. Saya lihat dulu, kalau ada yang jaga kios saya memilih. Tetapi kalau tidak ada, tidak usah memilih. Untuk apa ada TPS di sebelah dapur, tetapi kita dikasih di TPS yang jauh. Ini jangan-jangan ada permainan, supaya warga banyak yang tidak memilih,”tandas ibu satu anak ini. (Rआदर sulteng)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar