Senin, 02 Maret 2009

Dua Rumah Sakit Tolak Pasien Miskin

PASIEN pemegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) masih dipandang sebelah mata pihak rumah sakit. Buktinya, dua rumah sakit milik pemerintah yakni RSUD Undata Palu dan RSUD Anutapura menolak menangani pasien hamil Risnawati, pemegang kartu Jamkesmas. Warga Dusun I Desa Sidera, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, itu terpaksa pergi ke dukun beranak untuk melahirkan. Sayang, bayinya meninggal saat dilahirkan.
Risnawati mengatakan pelayanan buruk dari pihak rumah sakit dialaminya saat hendak melahirkan pada hari Senin (23/2) malam sekitar pukul 20.00 Wita. Saat dibawa ke RSUD Undata, Risnawati didampingi adiknya yang juga seorang kader kesehatan di Kecamatan Dolo. Ditemui Radar Sulteng Kamis (26/2) lalu, adik Risnawati itu kemudian mengisahkan kronologis kejadian yang dialami kakaknya.
Menurutnya, selama masa kehamilan Risnawati intens memeriksakan kesehatan, baik dengan bidan desa maupun dengan dokter di Puskesmas Biromaru. Saat mendekati persalinan, Risnawati diperiksa di ultrasonografi (USG) di tempat pratik dr Gusti.
Hasilnya diketahui bayi di dalam kandungan Risnawati dalam posisi sungsang, sehingga proses persalinannya harus melalui operasi cesar. “Bila tidak di-cesar bisa berakibat fatal,” ungkapnya.
Menurut adik Risnawati, ketika ke RSUD Undata mereka membawa surat rujukan dari dr Gusti. Setibanya di Undata, mereka diterima perawat kesehatan yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD). Perawat di UGD menanyakan kepada adik Risnawati, apakah pasien tersebut membayar biaya persalinan dengan uang tunai atau menggunakan Jamkesmas.
Secara spontan, adik Risnawati menjawab bahwa pasien adalah pemegang kartu Jamkesmas. Mendengar keterangan itu, petugas di UGD langsung memberikan penjelasan dengan nada ketus, bahwa rumah sakit itu belum bisa melayani pasien yang akan dioperasi. Alasannya tidak ada baju operasi. “Kami tidak bisa melakukan operasi, karena tidak ada baju. Tadi sore kami mengoperasi lima orang pasien,” ungkap adik Risnawati menirukan penjelasan dari perawat di UGD. Kemudian perawat di UGD menawarkan apakah pasien dibawa ke Rumah Sakit Anutapura atau Rumah Sakit Madani.
Dengan perhitungan jarak yang relatif dekat, adik Risnawati bersama keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke Anutapura, walau belum ada jaminan bisa dirawat atau tidak. Tiba di Anutapura, perawat di UGD langsung meregistrasi pasien. Namun harapan untuk bersalin melalui cesar di rumah sakit milik Pemerintah Kota Palu itu kembali pupus.
Perawat di UGD menjelaskan Anutapura tidak bisa mengoperasi pasien, karena kekurangan alat. Perawat itu lantas menawarkan RSUD Undata, karena pasien di Anutapura pun dirujuk ke RSUD Undata bila melakukan persalinan dengan operasi cesar.
Setelah gagal bersalin di dua rumah sakit itu, mereka memutuskan balik ke Sidera, dan melakukan persalinan dengan bantuan dukun beranak. Senin malam sekitar pukul 22.30 Wita, Risnawati melahirkan dengan dibantu dukun beranak.
Sayang bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 4 kg, itu sudah tak bernyawa saat dilahirkan. Kata adik Risnawati, bayi itu lahir dengan posisi kaki duluan keluar. “Jika saya melahirkan dengan cara cesar, mungkin nyawa bayiku itu akan selamat,” ungkap Risnawati.
Risnawati mengaku ekonomi keluarga mereka benar-benar serba kekurangan. Suami Risnawati bernama Noca hanya berprofesi sebagai buruh tani. Saat berbicara dengan Radar Sulteng Risnawati tidak bisa menyembunyikan rasa kekecewaannya terhadap buruknya kualitas pelayanan di RSUD Undata Palu dan Anutapura. Dia juga yakin pihak rumah sakit pasti akan mengoperasi dirinya bila saat itu mereka membayar rumah sakit dengan cara tunai.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Undata Palu, dr Roisul Ma’arif yang dikonfirmasi menolak dituding pandang bulu dalam melayani pasien yang datang ke bagian UGD. Apalagi pasien dengan identitas pemegang kartu Jamkesmas.
Kata dia, setelah ditelusuri di buku daftar UGD unit pelayanan umum dan UGD pelayanan persalinan, tidak terdapat data pasien yang masuk pada hari itu.
Kata Roisul, kalaupun benar bahwa pasien tersebut mendaftar namun kemudian mendapat pelayanan yang kurang bagus dari petugas jaga yang bertugas saat itu, alias ditolak itu bukan kebijakan pimpinan. Kata dia, bisa saja itu ulah anak buahnya yang tidak loyal dalam menjalankan tugas.
“Saya tidak pernah menetapkan aturan atau perintah semacam itu. Sebab, justru kami di sini prioritaskan pasien pemegang Jamkesmas. Kalau katanya ditolak karena alasan tidak dapat melayani operasi karena kekurangan baju operasi itu mungkin saja karena kemalasan anak buah saya saja. Sebab persediaan baju kami cukup termasuk alat-alat perlengkapan tindakan operasi. Itu pasti sikap anak buah saya yang tidak bagus,” tuturnya.
Ketika ditanya, Roisul mengaku akan mencari tahu siapa yang bertugas malam itu. ”Kita akan cari tahu dulu siapa yang bertugas malam itu. Kami akan berikan teguran peringatan. Karena terus terang saja, hal seperti ini sangat memalukan. Mencoreng institusi. Masak orang sakit dan gawat kok ditolak hanya lantaran alasan yang nggak masuk akal,” tandasnya.
Meski demikian, menurut Roisul, keluhan itu diterimanya sebagai suatu kritikan agar pihaknya dapat lebih memperketat pengawasan terhadap kinerja jajarannya.
“Saya berterima kasih sekali atas keluhan seperti ini. Ini masukan bagi saya untuk menata dan memperbaiki kinerja anak buah saya. Sebab, walaupun kita di atas (unsur pimpinan) sudah berusaha yang maksimal, tapi masih saja ada yang mencoba untuk membangkang membuat citra rumah sakit ini kurang bagus dari pandangan luar,” ujarnya.
Sementara itu Direktur RSU Anutapura dr Reny A Lamadjido SpPk, ketika dikonfirmasi mengaku pernah menerima laporan adanya pasien asal Kabupaten Sigi yang terdaftar dalam program Jamkesmas namun pulang sebelum tertangani. Kata Reny, pulangnya pasien itu bukan karena tidak dilayani di RSU Anutapura, namun kemungkinan karena tidak sabar menunggu. Saat bersamaan kata Reny, semua ruangan terisi pasien.
“Memang pernah saya dengar informasi itu, tapi bukan kami yang menyuruhnya pulang. Tapi pasien itu sendiri yang menginginkannya, karena kemungkinan tidak mau menunggu, karena saat yang bersamaan semua ruangan penuh. Tidak mungkin kita rawat di pinggiran jalan apalagi yang mau melahirkan dan tidak mungkin kalau ada kartu Jamkesmas kita tidak layani. Jadi tidak betul kalau dibilang karena kita kekurangan alat,” katanya. (bil/mda/dit/radar sulteng.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar